Apapun yang Terjadi, Itulah yang Terjadi
Tentunya, dan pastinya kita pernah merasa bahwa semua rencana yang telah direncanakan sedemikian rupa diluluh lantakkan oleh semesta yang tak pernah kita kira sebelumnya. Dan ironisnya, apa yang disebut kenyataan itu adalah ilusi yang menyakitkan. Kita berjalan di dunia yang amat nyata adanya, namun kita seakan tak merasakan kehidupan itu—seperti penonton yang terjebak di kursi bioskop, menatap layar hidup yang terus memutar cerita yang tak diinginkan. Pada akhirnya, setelah semua itu terjadi, kita hanya bisa menghela napas dan berusaha untuk melupakannya.
Naas, lingkaran belenggu itu sangat tak mudah untuk dipecahkan. Harapan yang selalu menjadi pasak menerjang esok hari kini hanya sebatas menjadi omongan mentah belaka. Semakin lama, semakin meredup, bahkan hampir hilang ditelan bayang-bayang takdir. Entahlah, mungkin memang Tuhan tidak adil, mungkin Tuhan tak menginginkan hidup ini lurus mulus, atau mungkin Tuhan menginginkan hidup salah satu hambanya menderita—setelah puas membuat hidup orang lain bahagia. Entahlah, jikalaupun kita mengetahui itu semua, takkan mengubah jalan hidup kita yang sudah lama membusuk ini.
Terus terang saja, muak sudah hidup ini terus kuratapi. Hilang sudah rasa percayaku pada harapan yang selama ini terus dipupuk dan dijaga baik-baik. Karena apapun yang terjadi, itulah yang terjadi. Kita tak bisa mengubah, tak bisa pula menentukan hasil sesuai apa yang kita inginkan. Yang bisa kita lakukan hanyalah berusaha untuk bisa menjadi yang terbaik versi hidup kita. Walaupun terkadang kemampuan maksimal kita adalah kemampuan minimal-nya orang lain, namun setidaknya, kita tak lagi menyesal dengan apa yang sudah dilakukan oleh diri kita sendiri.
Komentar
Posting Komentar